Salah satu karakteristik pembelajaran matematika menggunakan Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) adalah the use of context, atau penggunaan konteks. Konteks adalah kondisi real yang dapat membantu siswa membayangkan serta memahami konsep yang akan diajarkan. Konteks merupakan jembatan antara kondisi nyata dengan konsep matematika formal yang dipelajari siswa.
Sebagian besar guru di sekolah dasar menganggap bahwa implementasi PMRI dalam pembelajaran matematika di kelas tidaklah mudah. Disamping susah untuk menemukan konteks yang sesuai dengan konsep, mereka mengira bahwa aktivitas-aktivitas informal yang dilakukan sebelum masuk ke tahap formal membutuhkan waktu yang lama, sehingga mereka khawatir tidak dapat menyelesaikan seluruh materi yang harus diajarkan tepat waktu. Padahal, mencari konteks yang sesuai dengan konsep matematika tidaklah susah, bahkan cenderung murah.
Untuk mempelajari materi Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) di kelas empat sekolah dasar, materi prasyarat yang semestinya sudah dikuasai siswa adalah perkalian atau penjumlahan berulang. Dengan demikian siswa dapat dengan mudah mencapai tujuan pembelajaran, yakni mampu menentukan kelipatan dari sebuah bilangan, mampu menentukan kelipatan persekutuan dari dua buah bilangan, serta mampu menentukan kelipatan persekutuan yang terkecil dari dua buah bilangan tersebut.
Tanpa menggunakan alat peraga, siswa dan guru dapat bermain sekaligus belajar matematika. Nama permainan ini adalah Tepuk atau Tidak. Siswa dibagi menjadi dua kelompok besar. Aturan permainannya adalah siswa kelompok pertama hanya boleh bertepuk tangan setiap tiga detik, sedangkan siswa di kelompok kedua hanya boleh bertepuk tangan setiap empat detik. Guru berperan sebagai pemberi aba-aba, dengan menghitung mulai dari satu hingga bilangan tertentu dengan kecepatan konstan. Permainan ini membutuhkan kekompakan intern anggota kelompok dan juga konsentrasi.
Kelompok pertama akan mulai bertepuk pada hitungan ketiga dan kelompok kedua mulai berhitung pada hitungan keempat. Jika siswa belum dapat kompak bertepuk tangan pada saat mereka seharusnya bertepuk tangan, ulangi permainan hingga siswa kompak. Beri waktu kepada setiap kelompok untuk berdiskusi pada detik berapa saja mereka seharusnya bertepuk. Setelah beberapa kali pengulangan, siswa akan menyadari bahwa siswa pada kelompok pertama bertepuk setiap hitungan ke-3, 6, 9, 12, 15, 18, …, sementara siswa pada kelompok kedua bertepuk setiap hitungan ke-4, 8, 12, 16, 20, … .
Siswa akan menemukan bahwa barisan bilangan-bilangan tersebut membentuk barisan kelipatan 3 dan 4. Mereka juga akan mengetahui bahwa kelipatan yang sama tersebut disebut kelipatan persekutuan, dan pada akhirnya mereka dapat menentukan mana kelipatan persekutuan yang terkecil (KPK) dari kedua bilangan tersebut.
Menemukan konteks yang dapat dengan mudah dipahami siswa tidaklah terlalu sulit. Dengan memanfaatkan media yang tersedia, atau dengan bermain yang cukup membutuhkan kesepakatan antara guru dengan siswa. Selama konteks yang dipilih sesuai dengan konteks, pembelajaran matematika dapat berlangsung menyenangkan dan bermakna.
Komentar